Jumat, 12 Juli 2024

  


Latar Belakang Masalah (LBM) merupakan bagian penting dalam sebuah Skripsi, Tesis dan Disertasi dan juga dalam proposal penelitian yang diajukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada penelitian untuk diajukan ke lembaga Donatur (funding). Sebuah LBM sangat menentukan diterima atau tidaknya proposal yang diajukan. Semakin tinggi kualitas proposal yang dibuat akan semakin besar kemungkinan diterima oleh Program Studi di Perguruan Tinggi atau oleh Lembaga Donor (Funding). Sebaliknya, semakin tidak terarah LBM yang diuraikan akan semakin kecil kemungkinan diterima. Oleh karena itu, bagian ini harus dioptimalkan penulisannya agar proposal yang diajukan dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk diterima.   

Menurut pengamatan yang penulis perhatikan dari LBM yang disusun oleh mahasiswa dan sebagian dosen masih menuliskan masalah di bagian terkakhir mendekati rumusan masalah. Penulisan dengan pola demikian memang bukanlah suatu hal yang dilarang, tapi akan menghabiskan waktu relatif lebih lama dibandingkan dengan menguraikan isu utama langsung di paragraph pertama. Pembaca harus membaca dulu apa yang dituliskan oleh penulis yang berputar-putar dan penuh lika-likunya menuju ke isu utama (point issue). Padahal yang ingin dicari oleh pembaca adalah di mana letak kesenjangan (gap) antara “yang seharusnya (dass sollen) dengan kenyataan (dass sein), antara “harapan” dan “yang terjadi”.

Berikut ini penulis akan menguraikan dua contoh di mana contoh pertama uraian LBM yang langsung ke focus permasalahan sedangkan contoh kedua menguraikan isu pokok persoalan di bagian akhir. Setelah contoh diuraikan barulah nantinya akan diberikan penjelasan mana yang baik dan apa alasannya serta hal-hal apa saja yang harus ada dalam LBM sehingga menjadi lebih menarik bagi pembacanya. Berikut adalah dua contoh LBM:

Contoh I (Menguraikan Isu di Paragraf Pertama:

Angka perceraian yang terjadi di Provinsi Aceh terus meningkat dari Tahun ke Tahun. Pada Tahun 2021 angka perceraian mencapai 2000 kasus, kemundian pada Tahun 2021 meningkat menjadi 2500 dan terakhir pada Tahun 2022 angka semakin meningkat menjadi 2750 kasus. Berdasarkan data tersebut menunjukan adanya fenomena yang serius di bidang perkawinan yang memerlukan perhatian dari berbagai kalangan. Terutama bagi pemerintah yang perlu mencarikan solusi konkrit guna mengurangi praktik perceraian di kalangan masyarakat, karena perceraian menimbulkan dampak yang tidak baik bagi pasangan suami isteri serta anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.

Contoh II (Menguraikan Isu Utama di Bagian Terakhir):

Perceraian merupakan perpisahan antara pasangan suami dan isteri serta menghilagkan seluruh hak dan kewajiban sebagai suami isteri. Bagi pasangan suami isteri yang ingin bercerai dalam konteks hukum Indonesia harus menempuh jalur Pangadilan dalam hal ini Pengadilan Agama. Perceraian yang dilakukan di luar pengadilan sebagai perceraian liar dan tidak memiliki kekuatan hukum. Akibat yang muncul dari perceraian di luar pengadilan akan menimbukan dampak negatif bagi pasangan tersebut. Terutama bagi isteri yang tidak dapat menuntut hak-haknya. Berbeda dengan perceraian dilakukan di hadapan pengadilan yang mana isteri dapat menuntut hak-haknya. Apabila tidak dilaksanakan dapat diminta eksekusi kepada Ketua Pengadilan.

Ajaran agama Islam sangat melarang praktik perceraian. Meskipun cerai itu halal tapi sangat dibenci oleh Allah. Untuk itu seorang muslim sangat tidak dianjurkan bercerai, karena dapat menimbulkan dampak yang tidak baik. Terutama bagi anak yang awalnya mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya, pasca bercerai seorang anak hanya mendapatkan kasih sayang dari salah satu orangtuanya. Dampak perceraian lainnya juga akan menimbulkan trauma bagi anak.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Mahkamah Syar’iyah angka perceraian semakin meningkat terus menerus setiap tahunnya. Pada Tahun 2021 angka perceraian mencapai 2000 kasus, kemundian pada Tahun 2021 meningkat menjadi 2500 dan terakhir pada Tahun 2022 angka semakin meningkat menjadi 2750 kasus. Berdasarkan data tersebut menunjukan adanya fenomena yang serius di bidang perkawinan yang memerlukan perhatian dari berbagai kalangan. Terutama bagi pemerintah yang perlu mencarikan solusi konkrit guna mengurangi praktik perceraian di kalangan masyarakat, karena perceraian menimbulkan dampak yang tidak baik bagi pasangan suami isteri serta anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.

 

            Kedua contoh di atas dapat dilihat perbedaannya. Contoh pertama uraiannya langsung to the point yakni langsung focus ke pokok persoalan yakni tingginya angka perceraian yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Sedangkan pada contoh kedua uraiannya terlalu berbelit-belit dan berlika-liku, tidak to the point, pembaca harus membaca pengantar dulu definisi perceraian yang diuraikan oleh penulis. Memang kedua contoh di atas di dalamnya ada dass sollen dan dass sein tapi membaca contoh yang pertama akan membuat pembaca baik Ketua Prodi atau Lembaga Donor semakin yakin dengan proposal yang kita ajukan dan semakin penasaran dengan hasil temuan yang akan diperoleh setelah penelitian dilaksanakan. Jadi, menulis pokok permasalahan di bagian paragraf pertama menjadi salah satu trik yang perlu dimanfaatkan akan proposal yang dituliskan semakin membuka peluang yang besar diterima.

Berdasarkan contoh di atas pula dapat dipahami bahwa isu pokok yang diajukan sudah dapat ditampilkan dengan baik. Di contoh sudah menguraikan betapa perceraian ini menjadi hal yang tidak baik dampaknya baik bagi pasangan suami isteri maupun kepada anak-anak yang lahir dari perkawian tersebut. Jadi, berdasarkan data-data yang ditunjukkan semakin memperkuat Lembaga Donor atau Prodi untuk menerima proposal yang kita ajukan karena tingkat urgensinya sangatlah tinggi untuk diselesaikan melalui penelitian.

Berdasarkan contoh tersebut pula, dapat dipahami bahwa uraian fenomena mengenai suatu peristiwa perlu digambarkan atau diuraikan dalam LBM agar semakin menyakinkan pembaca bahwa yang dituliskan itu benar-benar isu konkrit yang perlu diselesaikan.

Dari beberapa hal yang telah dideskripsikan di atas, maka yang perlu diperhatikan dalam menulis LBM adalah: Pertama, Adanya isu utama yang perlu diselesaikan yakni adanya kesenjangan antara yang seharusnya dengan kenyataan, antara yang diharapkan dengan yang terjadi. Di mana seharusnya penelitian bertujuan mewujudkan Sakinah, mawaddah dan warahmah namun yang terjadi justeru sebaliknya. Inilah yang disebut sebagai bagian kegelisahan akademik dari peneliti yang mendorong sehingga tergerak meneliti topik tersebut.

Kedua, Adanya fenomena dan data-data konkrit yang ditunjukkan dalam LBM sehingga proposal yang diajukan membutuhkan penyelesaian. Ketiga, Urgensitas dari topik yang kita ajukan karena diperkuat dengan bukti bahwa perceraian menimbulkan dampak yang tidak baik anak sehingga menjadi hal yang urgen diteliti agar mendapatkan gambaran secara komprehensif melalui penelitian.

Banda Aceh, 17 Februari 2023

Mansari


0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages

Blog Archive