Sabtu, 21 April 2012


Gugatan
Gugatan bersal dari kata gugat yang artinya guncang, dakwa, adu, dan tuntut. Secara istilah gugatanadalah pegajuan penuntutan hak yang dilakukan oleh seseorang baik lisan maupun tulisan untuk memperoleh haknya kembali yang berada dibawah kekuasaan orang lain melalui jalur peradilan. Orang yang yang mengajukan gugatan disebut penggugat, sedangkan orang yang digugat disebut juga dengan tergugat. Orang yang merasa dirugikanlah yang mengajukan gugatan agar haknya yang berada dibawah kekuasaan orang lain dapat dikembalikan.
Menurut Darwan Prints gugatan adalah suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya, guna memulihkan kerugian yang diderita oleh penggugat melalui putusan pengadilan. Sementara menurut Sudikno Mertokusumo gugatan adalah tindakan yang bertujuan memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigenrechting). Dengan demikian dapat diketahui bahwa gugatan adalah upaya untuk memperoleh haknya kembali yang sudah direbut oleh seseorang melalui lembaga peradilan. Kedudukan peradilan sebagai penengah para pihak yang sedang berperkara agar dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya kepada para pihak-pihak. Lembaga peradilan sebagai lembaga yudikatif atau lembaga pelaksanaan peraturan-perundangan memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menyelesaikan perkara tergantung dari kewenangan absolute atau kewenangan mutlak yang diberikan oleh UU, dan pengadilan juga independent dalam melaksanakan tugasnya yang berarti tidak boleh adanya intervensi dari lembaga-lembaga lain.
Dalam HIR dan Rbg yang merupakan hukum acara dipengadilan tidak merumuskan bagaimana seharusnya gugatan itu dibuat, akan tetapi hanya menyebutkan bahwa gugatan harus dibuat dengan cermat dan rapi agar mudah dimengerti oleh hakim ketika membacanya dan tidak membingungkan hakim dalam memutuskan perkara serta memberikan kepastian hukum kepada piihak yang mengajukan gugatan itu sendiri. Orang boleh saja merumuskan gugatan sesuka hatinya dalam bentuk apapun asalkan cukup memberikan keterangan tentang perkara yang dipersengketakan. Dalam praktek peradilan biasanya penggugat atau kuasa hukumnya membuat gugatan sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam pasal 8 ayat (3) Rv yaitu surat gugatan harus dibuat dengan sistematis dengan unsur-unsur yang terdiri dari : pertama, identitas pihak-pihak baik penggugat maupun tergugat dengan menyebutkan nama, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan, agama. Kedua, dalil-dalil kongkret serta duduknya perkara yang persengketakan, dengan menjelaskan peristiwa-peristiwa hukum, hubungan huku antara penggugat dengan tergugat, kronolgis perkara dan alasan diajukannya gugatan. Ketiga, petitum atau disebut juga dengan tuntutan yang dituntut oleh penggugat agar tergugat menyerahkannya kembali kepada tergugat. Dalam petitum biasanya tergugat juga menuntut agar tergugat membayar biaya perkara sebagai tuntutan tambahan. Biaya perkara biasanya ditanggung oleh pihak yang kalah, dimana pihak yang kalah harus membayarkan semua biaya perkara sejak mulai perkara didaftarkan sampai dengan perkara tersebut diputuskan.
Apabila surat gugatan yang dibuat oleh penggugat tidak cermat, tidak teratur dan tidak teliti dalam merumuskan dalil-dalil kongkret akan mengakibatkan kerugian pada dirinya. Hakim hanya melihat gugatannya dan berdasarkan gugatan itulah hakim memutuskan perkara. Meskipun hakim dalam pemeriksaan para pihak terlebih dahulu menanyakan kepada para pihak-pihak, namun hakim tidak boleh memeriksa tuntutan selain apa yang dituntut dan dimuat dalam gugatan. Gugatan yang baik akan menentukan menangnya seseorang, begitu juga sebaliknya apabila gugatan tidak baik akan mengakibatkan dirinya kalah dalam persidangan. Apabila seseorang atau kuasa hukumnya tidak bisa membuat gugatan, maka berdasarkan pasal 119 HIR dan pasal 143 R.Bg pengadilan dapat member petunjuk kepada penggugat atau kuasa hukumnya untuk membuat gugatan.
Gugatan terdiri dari beberapa bagian penting, antara lain :
1.      Identitas pihak-pihak
2.      Fundamentum petendi
3.      Petitum atau tuntutan
Identitas
Identitas adalah jati diri seserang yang melekat padanya. Identitas penggugat harus disebutkan secara jelas dalam gugatan agar tidak keliru hakim dalam memeriksanya. Identitas terdiri dari beberapa sub penting antara lain, nama, alamat, tempat tanggal lahir, pekerjaan, agama. Kesemua itu harus dibuat dengan rapid an lengkap, bahkan bila perlu pada nama ditaruk bin, titel, alias dan lain sebagainya untuk memperjelas bahwa benar-benar orang tersebutlah yang berperkara.
Fundamentum petendi atau posita
Fundamentum petendi disebut juga dengan posita. Posita adalah dalil-dalil konkret, peristiwa hukum dan hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dan tergugat serta alasan-alasan penggugat dalam mengajukan gugatan. Posita harus dirumuskan secara cermat dan hati-hati agar bisa dimengerti oleh hakim dan mudah memahaminya. Posita inilah yang menentukan seseorang menang atau kalahnya suatu kasus. Oleh karena itu posita harus dirumuskan secara lugas dan tegas serta jelas. Posita terdiri dari beberapa unsur yaitu : pertama, objek perkara yaitu dalam masalah apa gugatan itu diajukan apakah masalah kewarisan, harta bersama, cerai talak atau dalam hal utang piutang. Kedua, fakta-fakta hukum yaitu peristiwa-peristiwa yang terjadi yang mengakibatkan penggugat mengajukan gugatan serta peristiwa-peristiwa hukum yang mengakibatkan penggugat rugi. Ketiga, perbuatan yang dilakukan oleh tergugat sehingga menyebabkan penggugat mengalami kerugian, seperti tergugat tidak melaksanakan isi perjanjian atau wanprestasi, tergugat mengambil harta penggugat tanpa pemberitahuan tergugat. Keempat, kerugian yang dialami oleh penggugat karna perbuatannya tergugat.
Petitum atau tuntutan
Dalam pasal 8 nomor 33 B,Rv (Bugerlijk Reglement Op De Bugerlijk Rechtsvordering) disebutkan bahwa petitum adalah apa yang diminta atau diharapkan oleh penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Apa saja yang menjadi tuntutan penggugat akan terjawab dalam amar putusan, dan haki harus memberikan keputusan menurut tuntutan penggugat kalau penggugat yang memenangkan kasus tersebut. Oleh karena itu hakim dalam persidangan disebut dengan pasif artinya tidak boleh mengadili selain apa yang diminta oleh pihak-pihak yang berperkara.



Senin, 16 April 2012


Khulu’

Menurut bahasa khlu’ berarti tebusan, member Sesutu kepada seseorang ketika melukan sesuatu kepada kita atau imbalan. Secara istilah khulu’ adalah talak yang diucapkan istri dengan mengembalikan mahar yang telah diberikan oleh suaminya atau memberikan sejumlah uang kepada suaminya untuk sebagai imbalan untuk mengucapkan talak kepada dirinya. Khulu’ disebut juga talak tebus yang berari istri menebus kepada suaminya. Khulu’ juga merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan dalam islam selain talak, fasakh, murtad dan salah satu pihak keluar dari agama islam. khulu’ berasal dari inisiatif istri dan suami apabila bersedia melangsungkan khulu’ tidak dibolehkan kembali kepada istrinya. Istri yang meminta kepada suaminya untuk khulu didasarkan pada perasaan dan jiwa kebatinannya yang sudah mendesak, dan sudah terpaksa untuk memintanya, sedangkan apabila tidak dilangsungkan hidup istri semakin menderita dengan prilaku suaminya dan akan menyebabkan broken home dalam rumah tangga. Oleh karena itu, bagi istri diperbolehkan untuk meminta khulu’ kepada suaminya dengan membayar sejumlah uang atau dalam bentuk barang lainnya berdasarkan kesepakatan suami istri. Besar kecilnya uang ditentukan oleh para pihak, karena keduanyalah yang akan melakukan khulu’.
Khulu’ dibolehkan dalam islam apabila terjadinya percek-cokan dan nusyuz serta perselishan yang tidak bisa dibubarkan lagi, sedangkan apabila tidak ada percekcokan tidak dibolehkan khulu’ dalam islam. khulu’ sebagai solusi yang ditawarkan oleh islam apabila suami istri selalu digeluti dan warnai dengan perang mulut yang tidak bisa dihentikan. Allah SWT berfirman  dalam surat al-baqarah ayat 229 yang bunyinya :
ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$# ( ÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uKÉ)ムyŠrßãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uKÏù ôNytGøù$# ¾ÏmÎ/ 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydrßtG÷ès? 4 `tBur £yètGtƒ yŠrßãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ  
Artinya :
Talak (yang boleh dirujuk kembali itu hanya) dua kali. sesudah itu bolehlah ia (rujuk dan) memegang terus (isterinya itu) Dengan cara Yang sepatutnya atau melepaskan (menceraikannya) Dengan cara Yang baik dan tidaklah halal bagi kamu mengambil balik sesuatu dari apa Yang telah kamu berikan kepada mereka (isteri-isteri Yang diceraikan itu) kecuali jika keduanya (suami isteri takut tidak dapat menegakkan aturan-aturan hukum Allah. oleh itu kalau kamu khuatir Bahawa kedua-duanya tidak dapat menegakkan aturan-aturan hukum Allah, maka tidaklah mereka berdosa - mengenai bayaran (tebus talak) Yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya (dan mengenai pengambilan suami akan bayaran itu). itulah aturan-aturan hukum Allah maka janganlah kamu melanggarnya; dan sesiapa Yang melanggar aturan-aturan hukum Allah, maka mereka itulah orang-orang Yang zalim.(Al-Baqarah ayat : 229).
Apabila istri meminta khulu’ tanpa alasan apapun yang ada pada suaminya, misalnya suaminya baik akhlaknya, dalam keluarga selalu langgeng dan suami tidak pernah melalaikan hak istri dan selalu menunaikan kewajibannya. Mengenai hal ini Ibnu jarir telah meriwayatkan  dari Tsauban bahwa Rasulullah SAW bersabda :
ايّما  ا مر أ ة سأ لت زو جها طلأ قا من غير بأ سى فحر ا م عليها ر ا ىْحة ا اجنّة. ( ر و ا ه ا لتر مزي )
Artinya :
“Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, maka diharamkan baginya bau surga”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh At-turmuzi yang juga dinamakan dengan hadits hasan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pasangan suami istri apabila melakukan khulu”, antara lain sebagai berikut :
1.      Istri boleh meminta khulu’ kepada suaminya apabila situasi dan kondisi sudah membahayakan dirinya dan mengancam kehidupannya.
2.      Khulu’ itu berasal dari pihak istri dan bukan dari pihak suami. Istri boleh saja meminta khulu’ asalkan istri lebih senang khulu’ atau berpisah dengan suaminya ketimbang hidup bersama suaminya akan tetapi tidak mampu bambahgiakannya.
3.      Khulu’ dibolehkan apabila istri selalu dirugukan dalam rumah tangga dan selalu dianiaya oleh suaminya.
Khulu’ boleh dilakukan kapan saja istri mengkehendakinya, baik itu saat dia sedang haidh, nifas dan pada saat istri sudah dicampuri suaminya. Hal ini disebabkan karena khulu’ merupakan inisiatif yang berasal dari pihak istri dan istri juga yang menentukan baik atau tidaknya kehidupan bersama suaminya. Khulu’ yang dilakukan oleh istri karena adanya penganiayaan dan karena tidak langgengnya rumah tangga, untuk menghindari kemudharatan itu dibolehkan bagi istri untuk memintanya, karena untuk kemaslahatan istri dan kehidupan yang baik bagi dirinya.
Menurut mayoritas ulama bahwa melangsungkan khulu tanpa adanya sebab-sebab yang sah dimakruhkan dalam islam, akan tetapi meskipun dimakruhkan khulu tetap sah dan tetap jatuh apabila berdasarkan keinginan kedua belah pihak. Pendapat yang mengatakan makruh ini adalah pendapat dari imam Abu Hanifah, Tsauri, Malik, Auza’I dan syafiI. Sedangkan Imam Hambali mengharamkannya.

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages