Jumat, 12 Juli 2024

  


Isu perkawinan anak selalu menjadi persoalan menarik untuk dikaji dalam Perspektif. Baik dalam Perspektif regulasi maupun problem sosial yang muncul akibat perkawinan anak. Secara regulasi menarik karena ada perbelanjaan antara usia anak dalam UU Perkawinan dan usia perkawinan dalam fiqh atau hukum islam yang dipelajari di pesantren atau Dayah. Hukum yang berlaku di Indonesia mengatur usia perkawinan 19 tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi perempuan. Usia tersebut merupakan perubahan dari usia perkawinan yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 sebelum dirubah menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Sedangkan dalam kitab fiqh tidak mengatur usia perkawinan secara spesifik, akan tetapi batasannya adalah baligh yaitu mimpi basah bagi laki-laki dan datangnya haidh bagi perempuan.

Pertanyaannya kemudian bagaimana jika usia perkawinan belum mencapai 19 tahun, tapi anak-anak mau dinikahkan oleh orang tuanya. Maka jawabannya adalah harus dilakukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah. Dispensasi Perkawinan merupakan permohonan yang diajukan ke pengadilan agama untuk memohon kepada hakim agar perkawinan di usia di bawah 19 tahun dapat disetujui dan dilaksanakan oleh Kantor Urusan Agama (KUA). setelah Pengadilan Agama mengeluarkan izin perkawinan, maka barulah anak tersebut dinikahkan dengan calon suami atau calon isterinya. 

Banyak problematika yang muncul tentunya akibat dari perkawinan di usia anak. Baik itu pada aspek kesehatan reproduksi, kematangan ekonomi, kesiapan mental dalam menghadapi realita perkawinan yang sesungguhnya. Beberapa hal tersebut akan dihadapi oleh anak sehingga seorang anak sebelum memutuskan menikah di usia anak harus berfikir dengan matang apakah telah sanggup menghadapi dinamika kehidupan setelah perkawinan dilangsungkan atau tidak. Jika tidak, sebaiknya menunggu dulu agar siap dalam segala aspek agar perkawinan yang diidam-idamkan dapat terwujud dengan baik.

Begitu pula orangtua sebaiknya memikirkan terlebih dahulu sebelum menikahkan anaknya. Jangan sampai menyesal di kemudian hari yang tidak ada guna. Jangan bebankan resiko kepada anak karena kesanggupan anak berbeda dengan orangtua dalam memikul tanggungjawab keluarga. 


0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages

Blog Archive