Jumat, 12 Juli 2024

  




Istilah yang digunakan untuk penyebutan istilah hukuman dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat adalah 'uqubat. Pasal 1 angka 17 QHJ menyatakan bahwa Uqubat adalah hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku Jarimah. Dengan kata lain 'uqubat (hukuman) adalah bentuk hukuman yang dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku jarimah (tindak pidana) yang terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan jarimah-jarimah sebagaimana diatur dalam QHJ. Terbukti secara sah dan menyakinkan setelah melalui proses pemeriksaan di persidangan sesuai dengan ketentuan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat. 

Dalam konteks penegakan QHJ, penegak hukum yang berwenang menjatuhkan hukuman terhadap pelaku pelanggaran jinayat adalah hakim yang melaksanakan tugas di Mahkamah Syar'iyah, bukan hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri. Hal ini dikarenakan sesuai dengan ketentuan Pasal 128 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menentukan Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syari’at Islam. Ketentuan tersebut melegitimasi kepada Mahkamaha Syar'iyah untuk mengadili dan memutuskan kasus-kasus jinayat di samping kasus muamalah dan munakahat. Berbeda dengan provinsi lain, hakim Pengadilan Agama hanya mengadili dan memutuskan kasus-kasus hukum keluarga (hukum perkawinan).

Kewenangan hakim mengadili kasus jinayat (pidana Islam) merupakan konsekuensi logis dari pemberilakuan syari'at Islam di Aceh sebagai daerah yang diberikan kewenangan menerapkan syari'at Islam. Oleh karena itu, diberikan kewenangan bagi hakim Mahkamah Syar'iyah untuk mengadili perkara jinayat merupakan sesuatu yang tepat karena hakim yang melaksanakan tugas di Mahkamah Syar'iyah adalah yang menggeluti di bidang hukum Islam. Meskipun demikian, pengkajian dan pendalaman teori secara komprehensif tetap harus dilakukan secara terus menerus oleh hakim Mahkamah Syar’iyah karena sebelumnya hanya mengadili perkara perkawinan, wakaf, kewarisan dan shadaqah, kini setelah diberlakukan syari’at Islam di Aceh sudah mengadili perkara yang bernuansa pidana. Apalagi dalam kasus-kasus yang pelakunya adalah anak yang berpedoman pada ketentuan hukum tersendiri yang berbeda dengan pelaku dewasa. Ditambah lagi bagi hakim-hakim yang sebelumnya bertugas di luar Aceh yang tentunya harus beradaptasi dan mempelajari terus menerus materi yang diatur dalam Qanun Jinayat maupun Hukum Acara Jinayat agar dalam mengadili perkara tersebut tidak salah menerapkan aturan-aturan hukum yang menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.


Banda Aceh, 12 Februari 2023


Mansari




0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages

Blog Archive