Selasa, 10 April 2012


Putusan MK tehadap judicial review pasal 43 UU no. 1 tahun 1974

Putusan MK yang benomor  46/PUU-VII/2010 telah menimbulkan controversial dengan fatwa majelis ulama Indonesia. Controversial terkait anak yang dilahirkan diluar pernikahan yang sah yang terdapat dalam pasal 43 UU no. 1 tahun 1974 apakah anak tersebut mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja atau mempunyai hubungan perdata kedua-duanya. Pasal 43 UU no. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang dilahirkan diluar pernikahan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya“. Dalam pasal tersebut jelas mengatakan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya, sementara dalam hasil judicial review yang diputusan MK berbunyi “anak yang dilahirkan diluar perkawiinan yang sah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan bapak biologisnya. Sedangkan MUI juga mengeluarkan fatwanya terkait hasil judicial review MK. MUI dalam fatwanya menyebutkan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan kerabat ibunya.
Kalau dilihat lebih jauh menurut hukum islam, putusan MK sudah keluar dari koridor ketentuan hukum islam, karena kalau anak tersebut mempunyai hubungan perdata dengan ayah dan ibunya, berarti anak tersebut sudah dianggap anak sah. Dalam pasal 99 KHI disebutkan bahwa anak sah adalah :
1.      Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah
2.      Hasil pembuahan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut
Putusan MK selain melegalkan anak zina sebagai anak yang sah, juga mempunyai efek yang sangat besar dalam pembagian harta warisan. Setelah anak tersebut menjadi anak yang sah, anak tersebut juga berkesempatan untuk mendapatkan bagian warisan seperti anak-anak yang lain, meskipun dianggap anak zina bagiannya juga sama. Hal ini menimbulkan sengketa tersendiri dan akan merugikan anak yang dilahirkandari perkawinan yang sah. Misalnya bagian warisan anak sah mewarisi semua harta warisan apabila tidak ada ashabul furudh (orang yang berhak menerima bagian pokok yang sudah ditentukan dalam al-qur’an dan al-hadits), sedangkan kalu sudah ada anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah sudah berkurang harta warisan anak yang sah.
Menurut jumhur ulama anak zina hanya mempunyai hubungan nasab kepada ibu dan saudara ibunya, dna tidak mempunyai hubungan nasab dengan ayah atau orang yang menghamili ibunya. Pendapat jumhur ulama ini berbeda dengan pemahaman mazhab syi’i. menurut ulama syi’I anak zina tidak mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan bapaknya. Oleh karena itu putusan MK sudah bertentangan pendapat jumhur ulama dan sudah bertentangan dengan pendapat imam syi’i.

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages