Minggu, 14 Oktober 2012
- Oktober 14, 2012
- Mansari
- No comments
Dalam beberapa minggu terakhir media terus menerus mengabarkan kasus korupsi yang terjadi di Aceh mulai dari kasus korupsi di Aceh Utara yang melibatkan oknum-oknum dilingkungan pemerintahan setempat, penggelapan dana Beasiswa Unsyiah dan baru-baru ini muncul pemberitaan FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran). Ini merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan secara segera dan tidak boleh ditunda-tunda. Penundaan penyelesaian kasus-kasus korupsi bisa menimbulkan masalah baru di Aceh dan mengakibatkan Aceh tercoreng moreng dalam NKRI. Terakhir berita yang dimuat serambi dalam Edisi 1 oktober 2012 bahwa Provinsi Aceh menempatkan pada posisi kedua terkorup setelah DKI Jakarta dan Banda Aceh menempatkan pada posisi ke empat setelah Jakarta Utara, Makasar dan Medan. (serambi, edisi 3 Oktober 2012).
Meskipun belum ada kejelasan dalam penelusurian kebenaran berita tersebut, pemberitaan semacam itu sudah mencemarkan nama baik Aceh dan menimbulkan imej negatif dari provinsi-provinsi lain untuk menilai Aceh, bahkan tidak hanya provinsi yang ada di Indonesia yang menilai, akan tetapi isu ini menjadi isu Global yang pada akhirnya akan mengantarkan Aceh ke jurang kehancuran. Suatu realita diatas sangat menyedihkan dan memilukan bangsa Aceh yang di kenal dengan julukan Aceh Serambi Mekkah yang bermartabat di mata dunia.
Fakta diatas harus ditelusuri lebih lanjut untuk mendapatkan kejelasan dalam menilai sebenarnya siapa yang terlibat dalam kasus tersebut dan untuk mengetahui apa memang benar-benar terjadi atau hanya rekayasa semata. Untuk menelusuri kasus tersebut dibutuhkan keterlibatan berbagai elemen agar hasil penelusurian mendapat hasil yang memuaskan, baik itu elemen masyarakat, LSM-LSM dan aparat penegak hukum (law enforcement) dan aparatur negara lainya juga mempunyai peran penting dalam memperjelas kasus yang muncuat ke permukaanatan, kemudian kepolisian juga harus menyelidiki data-data yang dikhabarkan FITRA, apakah data itu memang ada, atau hanya memang adanya kepentingan untuk memojokkan Provinsi Aceh dari provinsi-provinsi lain.
Korupsi Menurut Islam
Korupsi merupakan suatu bentuk White Coller Crime (WCC) atau yang sering disebut dengan kejahatan kerah putih. WCC adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai status sosial ekonomi yang tinggi dan terhormat atau dikalangan orang jawa disebut juga dengan istilah Priyayi.
Dalam Islam hanpir tidak ditemukan kata-kata korupsi, akan tetapi ada beberapa istilah yang digunakan Islam dan dapat dianalogikakan seperti korupsi, yaitu : Pertama, Risywah, adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang untuk memuluskan pekerjaan yang diinginkan agar mendapatkan keuntungan yang besar. Dengan kata lain pemberian ini hanya satu tujuan untuk melicinkan visi dan misi yang dapat merugikan orang lain. Risywah ini sangat dibenci oleh Islam, bahkan Nabi Muhammad SAW melaknat orang yang berbuat demikian, seperti yang terdapat dalam haditsn-Nya, “Rasulullah SAW melaknat pemberi suap dan penerima suap”. Kedua, Akl amwal bi al- Bathil, yaitu memakan sebagian harta orang lain dengan cara bathil (tanpa hak). Ketiga, Ghulul, yaitu harta yang diperoleh oleh pejabat negara dengan jalan illegal, seperti manipulasi, kecurangan, penggelapan dan lain sebagainya. Keempat, Ikhtilaas, yaitu perampasan atau penggelapan harta negara dengan modus penipuan. (chaider S. bamualim, Hal. 183-184).
Hukuman bagi koruptor
Dalam pasal 10 KUHP mengatur hukuman terhadap yang melakukan kejahatan antara lain : pidana mati, pidana penjara baik seumur hidup atau penjara untuk sementara waktu, kurungan dan denda. Kemudian dalam UU no. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi menyebutkan hukuman tambahan terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi antara lain, perampasan barang terwujud, pembayaran uang pengganti sebanyak-banyaknya sama dengan jumlah yang dikorupsi, penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk paling lama satu tahun, pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu. Sedangkan hukuman menurut hukum islam bisa diberikan ta’zir (hukuman yang ditetapkan oleh penguasa).
Solusi memberantas Korupsi
Dari data-data yang dikemukakan oleh FITRA diatas, tentunya masyarakat Aceh sudah merasa geram dengan perlakuan pejabat-pejabat pemerintahan yang bekerja di Instansi pemerintah. Oleh karena itu, sudah saatnya kita bangsa Aceh yang berjulukan dengan nama Serambi Mekkah untuk merapatkan barisan, saling bahu membahu untuk melawan korupsi di lingkungan Pemerintahan Aceh dengan berbagai macam cara, antara lain : Pertama, mensosialisasika kepada pejabat pemerintahan agar meninggalkan korupsi agar terwujudnya pemerintah yang baik dan bersih dari Hama korupsi (good and clean government), kedua, membuat qanun tentang Korupsi, karena kalau qanun sudah pasti hukumannya adalah Ta’zir (ketentuan hukum yang ditetapkan oleh penguasa, Seperti cambuk didepan umum) atau hukuman-hukuman lain yang membuat koruptor malu terhadap perbuatannya. Ketiga, aparat penegak hukum harus menegakkan hukum-hukum yang sudah ada. Keempat, menumbuh kembangkan kesadaran hukum juga hal yang sangat penting dan harus ditanamkan dalam hati diri seseorang, karena praktek korupsi selain merugikan negara juga akan mempengaruhi kesejahteraan rakyat dan pemerataan. Oleh karena itu mari sama-sama kita mewujudkan Aceh sebagai daerah yang baik dan selalu mendapat rahmat dan berkah dari Allah serta berada dibawah lindungan Allah atau menjadikan Aceh sebagai daerah Baltatun Thayyibatun Warabbul Ghafuur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar