Jumat, 16 Desember 2011

PERADILAN AGAMA
Peradilan agama adalah salah satu diantara peradilan khusus di Indonesia. Dikatakan peradilan khusus karena peradilan agama hanya mengadili perkara-perkara tertentu saja dan orang-orang tertentu saja. Kewenangan peradilan agama sudah ditentukan dalam pasal 49 undang-undang no.7 tahun 1989. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa “pengadilan agama betugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang :
1. Perkawinan
2. Kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam
3. Wakaf dan sedekah
Dari isi pasal diatas kemudian direvisi lagi oleh undang-undang no.3 tahun 2006 dengan menambahkan kewenangan pengadilan agama dalam bidang ekonomi syari’ah, seperti yang dinyatakan dalam pasal UU no.6 tahun 2006 “pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah dan ekonomi syariah. Yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah meliputi bank syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, pegadaian syari’ah dan bisnis syari’ah.

Kompetensi peradilan agama
Kompetensi peradilan agama terdiri dari dua, yaitu :
1. Kompetensi absolut
2. Kompetensi relative
Kompetensi absolute adalah semua ketentuan tentang apa yang termasuk kedalam kekuasaan atau kompetensi atau wewenang suatu lembaga peradilan. Kompetensi absolute peradilan agama diatur dalam bab lll yang terdapat dalam pasal 49 ayat 1. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pengadilan agama bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam, wakaf dan shdaqah. Dalam hal perkawinan pengadilan agama mengadili dan memeriksa perkara-perkara sebagai berikut :
1. Izin beristri lebih dari seorang
2. Member izin untuk melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum dewasa
3. Dispensasi perkawinan
4. Pencegahan perkawinan
5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah
6. Pembatalan perkawinan
7. Gugatan kelalaian kewajiban suami istri
8. Perceraian karena talak
9. Gugatan perceraian
10. Penyelesaian harta bersama
11. Mengenai penguasaan terhadap anak
Dalam perkara kewarisan pengadilan agama berwenang mengadili siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan tersebut, dan berapa masing-masing pihak mendapatkan bagian.
Kompetensi arelatif pengadilan agama adalah kewenangan pengadilan agama dalam wilayah tertentu. Artinya mengadilan agama tidak bisa mengadili perkara-perkara yang diajukan oleh oleh orang yang bukan dalam wilayahnya.

Fungsi pengadilan agama
Tugas pokok Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam ruang lingkup kewenangan absolut Peradilan Agama (Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
pengadilan agama memiliki peran dalam menegakkan hukum antara lain sebagai berikut :
1. memberikan pelayanan tehnis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi
2. memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun PK, serta administrasi lainnya.
3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur dan instansi pemerintahan
4. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan, pertolongan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama islam yang dilakukan berdasarkan hukum islam (pasal 107 (2) uu no 7/1989)
5. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya, seperti pertimbangan hukum agama, isbath rukyatul hilal

Mahkamah syari’ah aceh
Mahkamah syari’ah aceh merupakan lembaga peradilan yang menurut UU no. 18 tahun 2001 teentang otonomi khusus bagi provinsi nanggroe aceh Darussalam. Dibentuk untuk menjalankan peradilan syari’at islam di provinsi NAD sebagai bagian dari system peradilan nasional. mahkamah syari’ah aceh selain menggunakan hukum materilnya yang digunakan oleh peradilan agama di provinsi lain, mahkamah syari’ah juga menggunakan qanun-qanun yang ditetapkan di provinsi nanggroe aceh Darussalam.
Mahkamah syari’ah berwenang juga mengadili perkara-perkara muamalah dan jinayat dalam batas-batas yang sudah ditetapkan dalam qanun-qanun yang terdapat di NAD. Kewenangan ini dijalankan berdasarkan keputusan ketua mahkamah agung RI pada tanggal 6 oktober 2004.

Qanun- qanun syariat islam di Aceh
Tahun 2002 telah disahkan 24 qanun, dan yang menyangkut dengan mahkamah syari’ah yaitu qanun no.10 tahun 2002 tentang peradilan syari’at islam bidang aqidah, ibadah dan syi’ar islam. kemudian pada tahun 2003 disahkan 13 qanun, dan yang menyangkut dengan mahkamah syari’ah yaitu qanun no.12 tahun 2003 tentang khamar dan sejenisnya, qanun no. 13 tentang maisir, dan qanun no.14 tentang khalwat (mesum). Sedangkan pada tahun 2004 disahkan qanun no.7 tahun 2004 tentang pelaksanaan zakat dan qanun no.11 tahun 2004 tentang tugas fungsional kepolisian.

Dasar hukum peradilan agama
Yang menjadi dasar hukum peradilan agama adalah undang-undang no.7 tahun 1989 yang terdiri dari beberapa bab, antara lain :
1. bab l tentang ketentuan umum
2. bab ll-lll tentang susunan dan kekuasaan peradilan agama
3. bab lV tentang hukum acara
4. bab V tentang ketentuan-ketentuan lain
5. bab Vl tentang ketentuan peralihan
6. bab Vll tentang ketentuan penutup
selain undang-undang no.7 tahun 1989 terdapat juga undang-undang no.3 tahun 2006 sebagai hasil revisi UU no.7 dengan penambahan kewenangannya dalam hal mengadili perkara ekonomi syari’ah yang dimuat dalam pasal 49.

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages