Jumat, 16 Desember 2011

Kata pengantar
Segala puji bagi Allah yang telah memberkan pencerahan kepada penulis untuk menulis sebuah makalah dengan judul kafaah dalam perkawinan. Sungguh takkan selesai masalah ini tanpa kehendak dari Allah.
Salam dan sejahtera kepada baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan seluruh para sahabat yang telah berpartisipasi dalam membawa islam ini dari alam jahiliah kepada alam islamiah dan dari alam yang tidak berpengetahuan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Beliau adalah orang yang paling berjasa dalam membawa islam ini. Dengan islamlah segalanya akan teratur dan tertata dengan baik dari segala aturan, baik aturan ibadah, mua’amalah, siayasah dan dalam hal al-syakhshiyah.
Penulis sangat berterima kasih kepada dosen pembimbing yang suda bersusah payah dalam membimbing penulis sehingga tulisan yang berjudul hukum adat dapat terselesaikan. Tulisan ini tidak luput daripada kekurangan dan kekhilafan dalam penulisannya, baik dari segi penyusunan kata-katanya, dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ulama yang barangkali tidak begitu lengkap. Oleh sebab itu penulis sangat memerlukan masukan-masukan dan kritikan-kritikan yang produktif dari para pembaca, sehingga tulisan ini lengkap dan sistematis.
Tulisan ini merupakan rangkuman dari beberapa buku referensi yang membahas tentang hukum adat. Penulis menganjurkan kepada pembaca untuk membaca lebih lanjut dari referensi-referensi yang telah penulis cantumkan dalam daftar isi. Oleh karena itu Tulisan ini jauh dari kesempurnaan dan tidak terlepas dari kekhilafan dan kekurangan-kekurangan.
Demikianlah semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca dan penambahan daftar pustaka bagi penyusunan-penyusunan tulisan yang lain. Akhirnya penulis mengucapkan wabillahi taufiq walhidayah. wassalam

Penulis



Pendahuluan
Hukum adat merupakan hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan diakui oleh masyarakat setempat. Hukum adat disebut juga hukum tidak tertulis. Meskipun hukum adat tidak tertulis namun hukum adat tetap tumbuh dan berlaku dalam masyarakat. Hukum adat bersifat tradisional karena bersifat turun temurun dalam suatu masyarakat dan merupakan kehendak dari nenek moyang. Hukum adat bersifat dinamis, karena hukum adat dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi tertentu dalam masyarakat.
Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang masih tetap mempertahankan hukum adat dan masih menerimanya sebagai hukum dalam masyarakat. Dalam hukum adat dikenal sanksi adat, yang merupakan hukuman kepada orang yang melanggar terhadap norma-norna dan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat. Sumber-sumber hukum adat biasanya terdapat dalam pepatah-pepatah adat,yurisprudensi adat.














Pengertian Hukum adat
Hukum adat adalah sistem aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia.
Aturan yang mengatakan bahwa hukum adat masih berlaku dan masih di akui di Indonesia adalah penjelasan umum UUD 1945, yaitu : “undang-undang dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan yang disampingnya undang-undang dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis”.
Unsur-unsur hukum adat
Terdapat beberapa unsur dalam hukum adat, yaitu :
 Adat
Adat merupakan suatu hal yang dilakukan secara terus menerus dalam masyarakat dan menjadikannya sebagai hukum. Adat diartikan sebagai kebiasaan yang menurut asumsi masyarakat telah terbentuk baik sebelum maupun sesudah adanya hukum adat.
 Penegakan oleh fungsionaris hukum
Yang dimaksud dengan fungsionaris hukum adalah orang-orang yang melaksanakan dalam penerapan hukum adat. Pelaksanaan hukum adat ini dilakukan oleh petinggi-petinggi atau penguasa dalam suatu masyarakat adat.
 Sanksi adat
Sanksi merupakan hukuman yang diberikan oleh penguasa kepada pihak yang telah melakukakan pelanggaran-pelanggaran yang berlaku dalam masyarakat. Sanksi adat berupa menyuruh seseorang untuk melakukan sesuatu atau memberikan hukuman tertentu. Salah satu contoh sangsi adat yang diberikan oleh hakim terlihat dalam putusan MA no. 772.K/pdt/1992, tertanggal 17 juni 1993 tentang perbuatan melawan hukum adat kefamenanu, kupang yang menyatakan bahwa apabila seseorang laki-laki terbukti mehamili perempuan atas dasar suka sama suka, maka laki-laki tersebut harus mengawini perempun yang telah dihamilinya. Kalau laki-laki tadi tidak melakukannya maka hakim akan menyuruh beberapa hal antara lain :
 Toeb tais hae manak (tutup malu, pemulihan nama baik perempuan) berupa tiga ekor sapi masing-masing berumur satu adik.
 Fani keut hau besi lok uki (jaminan terhadap perempuan dan bayi yang dikandungnya) berupa dua ekor sapi masing-masing berumur satu adik.
 Mae ma putu (Tutup malu terhadap ibu perempuan) berupa tiga ekor sapimasing-masing berumur satu adik.
 Oe ma putu ai malalan (pembayaran air susu ibu si perempuan) berupa delapan ekor sapi masing-masing berumur satu adik.

 Tidak tertulis
Materi yang terkandung dalam masyarakat berupa materi tidak tertulis. Meskipun hukum adat tidak tertulis bukan berarti hukum adat tidak berlangsung, hukum adat tetap dijalankan meskipun tidak tertulis.
 Mengandung usur agama
Dalam hukum adat biasanya mengandung unsur agama, baik hindu maupun agama islam. hukum adat berlaku tidak boleh bertentangan dengan Hukum agama yang bersangkutan.

Sumber-sumber hukum adat
Sumber-sumber hukum adat yang berlaku di Indonesia dapat dirinncikan sebagai berikut :
 Pepatah-pepatah adat baik yang tersirat maupun tersurat.
 Yurisprudensi adat, yaitu keputusan-keputusan hakim yang berkaitan dengan masalah atau sengketa adat.
 Dokumen-dokumen yang memuat ketentuan yang hidup pada suatu masa tertentu.
 Laporan-laporan hasil penelitian tentang hukum adat.
 Buku karangan ilmiah para pakar hukum adat yang menghasilkan doktrin atau tesis tentang hukum adat.
Hukum adat dalam UUD 1945
Indonesia telah mengalami empat kali pemberlakuan konstitusi, yaitu UUD 1945, konstitusi RIS, UUDS 1950 dan UUD 1945 pasca dekrit. TAP MPRS no. XX/MPRS/1996 telah mengukuhkan bahwa UUD 1945 merupakan aturan tertinngi dari perundang-undangan Indonesia, artinya peraturan-peraturan lain yang dibawah tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, karena UUD merupakan falsafah NKRI.
Dalam UUD 1945 mengandung kristalsisasi azaz-azaz hukum adat sebagaiman dijelaskan dalam bagian penjelasan umum paragraph ll, yang menyebutkan bahwa :untuk menyelidiki hukum dasar (droit constituionelle) suatu Negara, tidak cukup hanya dengan menyelidki pasal-pasal UUD nya saja, tetapi harus menyelidiki juga bagaimana praktiknya dan bagaimana suasana kebatinannya.
Selain itu terdapat juga dalam UUD 1945 pasal ll aturan aturan peralihan yang menyatakan bahwa “segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.
Penemu hukum adat
Ada beberapa ahli yang telah meneliti hukum adat di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
 Wilken
Wilken meneliti adat di beberapa terutama daerah buru, gurontalo, minahasa, dan sipirok. Wilken membukukan segala adat dan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
 Liefrienk
Lifrienk membatasi penelitian hukum adat hanya pada satu lingkungan hukum adat, yaitu bali dan Lombok. Pada tahun 1927 tulisan-tulisan liefrienk di kumpulkan oleh van eerde, kemudian dikumpulkan dalam satu himpunan “bali en Lombok” dengan sub judul “ geschrifften”.
 Snouck hurgronje
Snouuck hurgronje meneliti hukum adat di Indonesia tepatnya di Aceh. Dia mengemukakan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia adalah hukum adat bukan hukum islam, karena menurut penelitiannya hukum-hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat. Teori yang dikemukakan oleh snouck hurgronje adalah teori recepti atau disebut juga dengan teori iblis. Menurut teori tersebut hukum islam baru berlaku setelah diresepsi oleh hukum adat.

Cirri-ciri hukum adat
Menurut van dijk hukum adat memiliki tiga cirri, yaitu :
1. Hukum adat mengandung sifat tradisionil
2. Hukum adat dapat berubah
3. Kesanggupan hukum adat untuk menyesuaikan diri
Hukum adat bersifat tradisionil mengandung arti bahwa hukum adat berpangkal pada kehendak nenek moyang yang diangungkan dan kehendak para dewa-dewa yang dianggap suci. Anggapan tersebut bisa dilihat dari legenda-legenda dan cerita-cerita turun temurun baik tertulis maupun tidak tertulis .
Disisi lain hukum adat dapat berkembang dan berubah dalam masyarakat dan dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan masyarakat. Hal ini bukan karena penghapusan dan penghilangan hukum adat, akan tetapi karena melihat situasi dan kondisi yang berubah dalam masyarakat. Menurut pakar sosiologi hukum hukum dapat selamanya diperbaiki dan dimodernisasi dengan usaha-usaha perbaikan dengan sadar yang dilakukan oleh umat manusia.






Kesimpulan
Indonesia merupakan Negara yang pluralitas agama dan budaya dan suku bangsa. Oleh karena itu di Indonesia juga terdapat pluralitas system hukum, yaitu hukum agama, barat dan hukum adat. Hukum adat merupakan hukum yang hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat tertentu yang masih tetap mempertahankan hukum adatnya masing-masing. Hukum adat berbeda antara satu tempat dengan tempat lain.


















Daftar pustaka
I. Fuady, aliran hukum kritis (paradigm ketidakberdayaan hukum), Bandung : citra aditya bakti, 2003.
II. Soemadiningrat otje salma, rekonseptualisasi hukum adat kontemporer, Bandung : pt. alumni, 2002.
III. Sudiyat iman, azaz-azaz hukum adat bekal pengantar, liberty, Yogyakarta : 2000.

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured post

Bahagianya Penulis Mendapat Endorse dari Tokoh

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages