Senin, 03 Oktober 2011

Pelaksanan putusan peradilan
Pengertian
Eksekusi berasal dari kata “execute”, artinya melaksanakan putusan hakim (ten uitvoer legging van vonnissen).
Dalam bukunya yahya seperti yang dikutip oleh wildan suyuthi,memberikan definisi eksekusi adalah melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam definisi tersebut salah satu unsur eksekusi adalah mempunyai kekuatan hukum tetap. Adapun keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat berupa :
1. Putusan pengadilan pada tingkat pertama yang tidak dimintakan banding atau kasasi karena telah diterima oleh kedua belah pihak
2. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak dimintakan kasasi ke mahkamah agung.
3. Putusan pengadilan tingkat kasasi dari mahkamah agung atau putusan peninjauan kembali dari mahkamah agung.
4. Putusan hasil perdamaian dari semua pihak yang berperkara.
Dalam bukunya abdul manan yang “berjudul penerapan hukum acara perdata di lingkungan peradilan agama” disebutkan pelaksanaan putusan peradilan atau eksekusi adalah hal menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap . Pelaksanaan putusan ini merupakan tujuan akhir dalam sebuah sengketa. Putusan yang dijalankan oleh pengadilan adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Setiap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak dapat di ganggu gugat.
Putusan pengadilan dapat dilaksanakan secara suka rela dan dapat juga dilaksanakan secara paksa. Apabila tergugat orang yang kalah mau melaksanakan putusan secara suka rela, maka pengadilan tidak harus memaksa mengambil barang dari tergugat. Sebaliknya kalau tergugat tidak mau melaksanakan amar yang sudah ditetapkan dalam putusan, maka pengadilan dapat memaksakannya untuk mengembalikan barang kepada penggugat.
Putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan eksekusi adalah putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dan tercantum kata-kata “menghukum tergugat” . Misalnya kata-kata yang digunakan adalah menghukum tergugat dengan membayar uang kepada penggugat atau pihak yang menang Rp 500.000.000,00, atau mengembalikan sepetak tanah kepada si pulan dengan jarak 200 meter.
Azaz-azaz pelaksanaan eksekusi
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum eksekusi dilaksanakan, antara lain adalah seperti yang diteranhkan dalam bukunya Abdul manan sebagai berikut :
1. Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap
Putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap mengikat pihak-pihak untuk melaksanakaknnya.
2. Putusan tidak dijalankan secara suka rela
Azaz ini terdapat dalam pasal 196 HIR dan pasal 207 R.Bg. ada dua cara melaksanakan putusan pengadilan, yaitu secara suka rela dan dapat juga di paksa. Apabila pihak yang kalah tidak melaksanakan secara suka rela maka pejabat pengadilan dapat memaksakan pihak yang kalah untuk mengembalikan barang-barang orang yang menang (baik tergugat maupun tergugat).
3. Putusan mengandung amar condemnatoir
Yang dimaksud dengan amar condemnatoir adalah amar yang berupa menghukum pihak yang kalah (baik penggugat maupun tergugat) untuk mengembalikan barang atau benda yang dipersengketakan. Cirri-ciri amar condemnatoir adalah sebagai berikut :
a. Menghukum atau memerintahkan untuk “menyerahkan”.
b. Menghukum atau memerintahkan untuk “pengosongan”.
c. Menghukum atau memerintahkan untuk “membagi”.
d. Menghukum atau memerintahkan untuk ”melakukan sesuatu”.
e. Menghukum atau memerintahkan untuk “menghentikan”.
f. Menghukum atau memerintahkan untuk “membayar”
g. Menghukum atau memerintahkan untuk “membongkar”.

4. eksekusi dibawah pimpinan ketua pengadilan
menurut pasal 195 ayat 1 HIR dan pasal 206 ayat 1 R.Bg yang berwenang melakukan tugas eksekusi adalah pengadilan yang memutus perkara tersebut yang dimintakan eksekusi. Sebelum melaksanakan eksekusi, ketua pengadilan terlebih dahulu mengeluarkan peneteapan yang ditujukan kepada panitera/juru sita untuk melaksanakan eksekusi dan pelaksanaan eksekusi tersebut dilaksanakan dibawah pimpinan ketua pimpinan pengadilan.
Jenis-jenis pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi)
Menurut Prof.Dr.Sudikno mertokusumo, SH seperti yang dikutip oleh Dr. Abdul manan SH,SIP, M.Hum ada 3 macam bentuk eksekusi, antara lain :
1. Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang seperti yang telah diatur dalam pasal 196 HIR, pasal 208 R.Bg.
2. Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan (pasal 225 HIR, dan pasal 259 R.Bg).
3. Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap, yang disebut eksekusi riil (pasal 1033 Rv).
Sementara dalam bukunya sulaikin lubis menambahkan satu lagi bentuk eksekusi yaitu Eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang yang terdapat dalam pasal 200 ayat 1 HIR, pasal 218 ayat 2 R.Bg.
Tata cara eksekusi
ada beberapa tahapan yang harus di tempuh sebelum eksekusi dilaksanakan antara lain sebagai berikut :
1. Permohonan penggugat (pemenang perkara) kepada ketua pengadilan apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan secara suka rela, sedangkan penggugat mengingikan eksekusi, maka ia harus mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan (pasal 207 ayat 1 R.Bg).
2. Peringatan (aanmaning)
Aanmaning merupakan teguran kepada pihak yang kalah supaya melaksanakan putusan pengadilan secara suka rela dalam waktu yang telah ditentukan setelah pengadilan menerima permohonan dari pihak yang menang.
3. Apabila dalam tenggang waktu 8 hari ternyata putusan pengadilan tidak dilaksanakan oleh pihak yang kalah, maka ketua pengadilan membuat suatu penetapan mengabulkan permohonan eksekusi dengan mengeluarkan surat perintah eksekusi.
4. Pelaksanaan eksekusi dilakukan setelah adanya penetapan eksekusi dari ketua pengadilan, selanjutnya ketua panitera menentukan kapan eksekusi akan dilaksanakan. Panitera akan membuat surat pemberitahuan tentang kepastian hari diadakannya eksekusi dan ditujukan kepada pemohon eksekusi, termohon eksekusi, kepala desa setempat, kecamatan dan kepolisian. Eksekusi dilaksanakan oleh panitera atau jurusita (209 R.Bg) , dan untuk membantu pelaksanaan eksekusi tersebut panitera atau juru sita dibantu oleh dua orang saksi (210 R.Bg) dengan syarat warga Negara Indonesia, berumur minimal 21 tahun dan dapat dipercaya.

Biaya eksekusi
Menurut ketentuan pasal 145 ayat 4 R.Bg permohonan baru didaftarkan apabila pemohon atau penggugat telah melunaskan biaya perkara. Begitu juga dalam pelaksanaan eksekusi, eksekusi tidak bisa dilaksanakan sebelum permohonan eksekusi didaftarkan kedaftar eksekusi, dan untuk mendaftarkannya harus membayar panjar terlebih dahulu kepada pengadilan.
Pasal 194 R.Bg
Dalam keputusan hakim harus disebut :
Jumlah ongkos perkara yang harus dibayar oleh pihak yang terhukum kecuali ongkos-ongkos yang timbul setelah keputusan hakim diucapkan, ongkos-ongkos itu jika diperlukan dikira kemudian oleh ketua pengadilan negeri.
Berdasarkan pasal 192 R.Bg ayat 1 biaya perkara dibebankan kepada pihak yang kalah dalam perkara, sehingga biaya eksekusipun dibebankan kepada pihak tergugat ( yang kalah). Dalam ketentuan itu dinyatakan :
“setiap orang yang dalam suatu keputusan hukum dikalahkan perkara, dihukum untuk, membayar ongkos perkara”.
Namun sebelum ekseksusi dilaksanakan, sementara pelaksanaannnya berdasarkan permohonan penggugat dan memerlukan biaya, maka pemohon eksekusi harus membayar lebih dulu biaya yang merupakan panjar. Setelah eksekusi selsesai maka biaya eksekusi ter sebut dibebankan kepada pihak yang kalah. Pembayaran kembali yang dikenakan oleh pemohon eksekusi oleh tergugat adalah berdasarkan bukti kwitansi mengenai jumlah biaya yang harus dibayar.


Kesimpulan :
Eksekusi merupakan akhir dari suatu perkara yang merupakan hasil daripada apa yang dituntut oleh penggugat yang merasa ia dirugikan atau orang yang merasa haknya diperkosa oleh orang lain yang diputuskan melalui perangkat Negara dalam hal ini yaitu pengadilan. Apabila putusan hakim sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pihak pengadilan atau juru sita berkewajiban melaksanakan apa yang sudah diputuska oleh ketua pengadilan berdasarkan perintahnya. Juru sita tidak bisa melaksanakan eksekusi apabila tidak ada perintah secara tertulis dari ketua pengadilan dan putusan yang dapat dilaksanakan eksekusi adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau berlaku azaz litis finim opperte.
Sebelum eksekusi dilaksanakan, pihak yang memohon eksekusi berkewajiban membayar uang permohonan eksekusi. Meskipun demikian setelah perkara selesai orang yang kalah harus membayar kembali kepada pihak yang menang perkara.
Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap bisa dilaksanakan secara suka rela oleh tergugat (pihak yang kalah), dan apabila tidak dilaksanakan secara suka rela pejabat pengadilan dapat memaksakan tergugat untuk menyerah harta yang dipersengketakan kepada penggugat berdasarkan putusan yang sudah ditetapkan dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.












Daftar pustaka

Wildan suyuthi, sita dan eksekusi (praktek kejurusitaan pengadilan), Jakarta : tat nusa 2004.
Dewi gemala dkk, hukum acara perdata peradilan agama di Indonesia, Jakarta : prenada media,2005.
Manan abdul, Penerapan hukum acara perdata (di lingkungan peradilan agama), Jakarta : prenada media group, 2006.

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages