Rabu, 10 September 2025

Dalam tradisi hukum, dikenal konsep judge-made law yang merujuk pada peran hakim sebagai pembentuk hukum melalui putusan-putusan pengadilan. Hakim tidak hanya berfungsi sebagai “corong undang-undang” yang menerapkan teks secara mekanis, tetapi juga sebagai penafsir dan pengembang hukum sesuai konteks sosial yang dihadapi. Di Indonesia, meskipun sistem hukum menganut tradisi civil law, peran hakim tetap penting dalam mengisi kekosongan atau ketidakjelasan norma yang ada. Melalui putusan, hakim menciptakan kaidah baru yang menjadi pedoman bagi perkara sejenis di masa mendatang. Hal ini menunjukkan bahwa hakim memiliki fungsi kreatif selain fungsi yudisialnya. Dengan demikian, judge-made law memperlihatkan dinamika hukum yang hidup mengikuti perkembangan masyarakat.

Peran hakim sebagai pembentuk hukum dapat terlihat saat undang-undang tidak mengatur secara rinci suatu persoalan atau menimbulkan multitafsir. Dalam situasi seperti ini, hakim harus menggunakan metode penafsiran, asas hukum, dan doktrin untuk menemukan keadilan substantif. Proses ini menghasilkan yurisprudensi, yakni putusan pengadilan yang bernilai preseden dan menjadi sumber hukum tidak tertulis. Masyarakat dan praktisi hukum kemudian menjadikan putusan tersebut sebagai acuan untuk menyelesaikan kasus serupa. Dengan kata lain, hakim tidak hanya menegakkan hukum tetapi juga memperluas dan memperkaya hukum. Ini adalah bentuk nyata bahwa judge-made law berakar pada kebutuhan praktis masyarakat atas kepastian hukum.

Dalam perspektif sosiologi hukum, judge-made law muncul karena hukum positif kadangkalanya tidak mampu mengantisipasi seluruh peristiwa sosial. Kehidupan masyarakat terus berubah sehingga norma tertulis memerlukan “penyesuaian” agar relevan dengan situasi aktual. Hakim, sebagai pihak yang langsung menangani sengketa nyata (in concreto), memiliki akses untuk memahami konteks sosial dan dampak dari keputusannya. Oleh karena itu, putusan hakim sering menmberika.nilai-nilai baru yang sedang berkembang di masyarakat. Proses ini memperlihatkan bahwa hakim menjadi penengah antara norma tertulis dan realitas sosial. Dengan kata lain, hakim berperan sebagai penghubung antara hukum yang statis dan masyarakat yang dinamis.

Contoh nyata peran hakim sebagai pembentuk hukum dapat dilihat dalam kasus-kasus perdata dan pidana di Indonesia yang belum diatur secara komprehensif. Misalnya, dalam kasus pembagian harta bersama antara pasangan suami dan istri yang tidak mengatur bila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagai suami dan istri. KHI hanya mengatur bila terjadi perceraian maka setengah harta bersama untuk duda dan setengah untuk janda. Kemudian ada hakim yang memutuskan dengan porsi 1/3 untuk suami dan 3/4 untuk istri. Putusan-putusan semacam ini kemudian menjadi yurisprudensi yang diikuti oleh pengadilan tingkat lebih rendah. Ini menunjukkan bagaimana kreativitas hakim menghasilkan norma baru yang tidak sekadar menafsirkan undang-undang. Pada titik ini, judge-made law berperan sebagai pelengkap kelemahan legislasi. Sehingga masyarakat memperoleh kepastian hukum dari putusan yang konsisten dan berulang.

Meski demikian, peran hakim sebagai pembentuk hukum sering menuai perdebatan. Sebagian pihak menganggap hakim tidak memiliki legitimasi untuk menciptakan hukum karena kewenangan legislasi berada di tangan lembaga legislatif. Namun, dalam praktiknya, putusan hakim menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab masalah hukum yang tidak terjawab oleh undang-undang. Hal ini penting untuk menjaga fungsi peradilan sebagai penjaga keadilan substantif, bukan hanya kepastian formal. Dengan judge-made law, hukum menjadi lebih adaptif terhadap perkembangan zaman tanpa harus menunggu proses legislasi yang panjang. Oleh karena itu, hakim dalam konteks ini dipandang sebagai penjaga dan sekaligus pembaru hukum.

Hakim sebagai judge-made law memperlihatkan bahwa hukum bukan semata-mata produk legislatif, tetapi juga hasil konstruksi yudisial. Peran kreatif hakim memastikan bahwa hukum tidak kehilangan relevansinya di tengah dinamika sosial yang cepat. Yurisprudensi yang lahir dari putusan pengadilan memperkaya sistem hukum nasional dengan norma-norma baru yang lebih responsif. Kontribusi ini juga memperkuat fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial dan perlindungan hak masyarakat. Dengan demikian, hakim tidak hanya menjadi pelaksana hukum tetapi juga pembentuk arah perkembangan hukum. Konsep judge-made law menunjukkan pentingnya keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan dalam setiap putusan.


0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages