Kamis, 31 Maret 2011


Daftar pustaka……………………………………………………..     1
Pendahuluan…………………………………………………….....     2
1.      Perkawinan dan permasalahan yang berkaitan dengannya………………………..      3
2.      Pengertian…………………………………………………………………………      3
3.      Hikmah disyari’atkan pernikahan…………………………………………………      3
4.      Hukum perkawinan………………………………………………………………..      3
5.      Peminangan (khitbah)……………………………………………………………...     4
6.      Rukun-rukun perkawinan………………………………………………………….     4
7.      Poligami…………………………………………………………………………....     4
8.      Hikmah poligami……………………………………………………………….......     4
9.      Hak-hak istri terhadap suaminya……………………………………………………   5
10.  Hak-hak suami atas istrinya…………………………………………………………   5
11.  Perceraian dan dampaknya…………………………………………………………    5
12.  Macam-macam perceraian…………………………………………………………..    5
13.  Perbedaan talak dan fasakh…………………………………………………………   5
14.  Pembagian talak………………………………………………………………….....    6
15.  Hadhanah…………………………………………………………………………       7
Penutup…………………………………………………………......    8
Daftar pustaka……………………………………………………....   9





Pendahuluan
Keluarga merupaka unit terkecil dari sebuah Negara. Negara yang baik, makmur, sejahtera, berawal dari keluarga yang baik juga. Oleh karena itu penulis akan mengurai sedikit banyaknya dari pembahasan masalah keluarga yang meliputi nikah, hikmah disyari’atkan pernikahan, hukum pernikahan, poligami, dan macam-macam talak yang telah ditentukan dalam islam.
            Islam merupakan agama yang mudah yang diturunkan oleh Allah untuk umat manusia dalam segala bidang. Kemudahan tersebut antara  lain, agama tidak melarang seseorang untuk talak istrinya,dan talak itu di batasi hanya tiga kali. Ini merupakan solusi yang baik yang diberikan oleh islam kepada manusia. dengan disyari’atkannya talak maka percekcokan, ketidakharmonisan dan KDRT dalam rumah tangga bisa dihilangkan untuk jangka waktu tertentu  bagi suami istri, dan ini bisa menjadi pelajaran bagi keduanya untuk merubah sikap mereka.
            Disisi lain islam juga membolehkan poligami kepada manusia, hal ini juga menjadi suatu manfaat bagi manusia. Dengan disyari’atkannya poligami, akan memberi manfaat kepada seseorang yang mempunyai libido seks yang tinggi. Dengan demikian, akan berkurang terjadinya perzinahan. Perzinahan merupakan perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah dan perbuatan yang sangat dibenci.
            Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput daripada kekurangan-kekurangan dan kejanggalan-kejanggalan dalam penulisan karya ini. Oleh karena itu, penulis sangat berharap bagi para pembaca agar memberikan kritik dan saran untuk melengkapi tulisan ini.

Lamgugob, 6 desember 2010     

Mansari

Perkawinan dan permasalahan yang berkaitan dengannya
A.    Pengertian nikah, hikmah, hukumnya, dan peminangan
a.      pengertian
Secara etimologis, perkawinan adalah percampuran, penyelarasan, atau ikatan. Jika dikatakan, bahwa sesuatu dinikahkan dengan sesuatu yang lain maka berarti keduanya saling diikatakan.
Nikah secara etimologi digunakan untuk mengungkapkan arti persetubuhan, akad, dan pelukan. Adapun secara terminology menurut para fuqaha, perkawinan, dan pernikahan itu sama. Maksud dari keduanya ialah untuk kenikmatan secara sengaja atau suuatu akad yang member keluasan pada setiap laki-laki dan perempuan untuk saling menikmati sepanjang hidupnya, sesuai dengan ketentuan syari’at.[1]
b.      Hikmah disyari’atkannya pernikahan
Adapun hik,ah-hikmah yang ditimbulkan karena pernikahan adalah sebagai berikut :
1.      Memberikan ketenangan bagi laki-laki dan perempuan
2.      Keluarga adalah unsur pertama pembangunan sebuah masyarakat
3.      Menjaga keturunan agar tidak bercampur baur.[2]

c.       Hukum perkawinan
Ada beberapa hukum taklifi dari sebuah perkawinan, adapun hukum taklifi yang dimaksud adalah tergantung pada kemampuan seseorang dalam menunaikannya antara lain :
1.      Wajib, apabila seseorang mukallaf yakin, bahwa ia akan terjerumus pada perbuatan zina jika tidak menikah, dan mempunyai kemampuan dalam memberi nafkah kepada istrinya.
2.      Haram, apabila seseorang mukallaf tidak mampu memberi nafkah dan pasti berlaku zalim kepada istrinya.
3.      Makruh, apabila seseorang mukallaf lebih mengira bahwa dirinya akan berlaku zalim apabila ia menikah.
4.      Sunat, apabila seseorang mukallaf dalam keadaan normal dan tidak takut berbuat zina apabila ia tidak menikah.[3]
Peminangan (khitbah)
            Secara etimologi pinangan (khitbah) adalah memohon nikah kepada seseorang perempuan. Adapun secara terminology menurut para fuqaha, pinangan adalah ikatan timbal balik antara laki-laki dan perempuan, atau antara orang yang mewakilkan keduanya, dengan niat akan melangsungkan perkawinan pada waktu mendatang.[4]
Rukun-rukun perkawinan
Rukun-rukun perkawinan
Menurut mazhab hanafi, rukun itu adalah bagian dari sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada tanpanya. Rukun perkawinan menurut mereka adalah ijab dan Kabul yang muncul dari keduanya berupa ungkapan  kata (sighah), kedua mempelai pembuat akad, dan objek akad. Beberapa para fuqaha menambahkan maskawin dan wali sebagai rukun.[5]
Poligami
Syarat-syarat diperbolehkan poligami :
1.      Berlaku adil terhadap para istri
2.      Mampu memberi nafkah ketika berpoligami

Hikmah poligami
1.      Besarnya jumlah perempuan dibandingkan dengan jumlah laki-laki, kalau kiranya dilarang poligami, maka akan mengakibatkan timbulnnya pelacuran yang merajalela
2.      Kekuatan nafsu seksual yang telah menguasai manusia
3.      Dapat memberi keturunan kepada suami pada istri yang lain, apabila istri yang pertama mandul.
 Akibat hukum yang di timbulkan dari sebuah perkawinan
Hak-hak istri terhadap suaminya
            Secara umum, hak-hak ini berkisar antara maskawin, nafkah, dan adanya rasa keadilan terhadap para istri apabila sang suami berpoligami.
Hak-hak suami atas istrinya
            Hak-hak suami atas istrinya adalah dita’ati, memegang keputusan di rumah, dan berkuasa mendidik istrinya dengan baik sesuai dengan syari’at.
Hak-hak bersama antara suami istri
Hak-hak bersama antara diantara kedua suami istri adalah hak-hak yang terbukti merupakan hak untuk keduanya, yaitu berupa penghalalan hubungan suami istri, saling bergaul dengan baik, saling mewarisi, menjadi muhrim akibat perkawinan, dan ketetapan dalam masalah keturunan.[6]
Perceraian dan dampaknya
Perceraian atau firqah menurut syara’ adalah berakhirnya akad (kontrak) nikah karena salah satu sebab dari berbagai sebab yang mengharuskan perkawinan itu berakhir.
Macam-macam perceraian
1.      Perceraian yang dianggap talak dan dihitung dari  jumlah talak yang dimiliki suami terrhadap istrinya, sesuai dengan ketentuan perkawinan.
2.      Perceraian yang dianggap fasakh dan menyebabkan pasangan suami istri harus berpisah. Namun, perceraian ini tidak dianggap talak yang dihitung dari jumlah talak yang baru.
Perbedaan talak dengan fasakh
Talak dan faskh dapat dibedakan sebagai berikut :
1.      Talak tidak sama sekali membatalkan perkawinan, kecuali talak bain, sedangkan fasakh dapat membatalkan perkawinan serta membuat perkawinan seperti tidak ada.
2.      Perceraian dengan talak dapat mengurangi jumlah talak yang dimilki suami, sedangkan fasakh tidak mengurangi jumlah talak yang dimiliki suami terhadap istrinya.
3.      Talak bisa dijatuhkan bila istri dalam masa ‘iddah, sedangkan fasakh dapat menjatuhkan perceraian dimasa ‘iddah, kecali bila fasakh itu disebabkanoleh istri yang murtad atau enggan menganut islam kembali.[7]
Pembagian talak
talak terbagi menjadi dua, yaitu :
1.      Talak raj’I, yaitu talak yang setelah (menjatukan) nya suami memiliki (hak) mengembalikan istri yang ditalak kedalam ikatan suami istri yang ditalak kedalam ikatan suami istri tanpa membutuhkan akad baru, selama ia masih dalam keadaan ‘iddah.
2.      Talak bain
Talak bain terbagi menjadi dua, yaitu bain sukhra dan bain qubra :
1.      Talak bain sukhra ialah talak yang setelah dijatuhkan, suami tidak dapat mengembalikan istri yang ditalak  kedalam ikatan suami istri, kecuali dengan akad dan mahar yang baru.
2.      Talak bain kubra ialah talak yang setelah dijauthkan, suami tidak dapat mengembalikan istri yang ditalak kedalam ikatan suami istri, kecuali setelah ia kawin dengan laki-laki lain sebagai suami yang sah dan berhubungan badan dengannya dengan sebenar-benarnya, lalu menceraikannya atau mati meninggalkannya dan selesai dari masa ‘iddahnya.
Hadhanah
            Hadhanah didefinisikan juga sebagai pelaksanaan pendidikan anak, pemeliharaan kondisinya, serta pengaturan makanan, pakaian, tidur, dan kebersihannya. Hal ini dilakukan oleh orang yang berhak untuk melakukannya.
Urutan orang-orang yang berhak atas pengasuhan
1.      Ibu keatas
2.      Saudara perempuan
3.      Anak perempuan dari saudara perempuan
4.      Bibi dari pihak ibu
5.      Anak perempuan dari saudara laki-laki
6.      Bibi dari bapak
7.      Bibi dari ibu
8.      Bibi bapak
Syara-syarat untuk mendapatkan hak pengasuhan
1.      Islam
2.      Baligh
3.      Merdeka
4.      Berakal
5.      Mampu mendidik
6.      amanah









Penutup
Pembasan masalah hukum keluarga merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk mempelajarinya, karena pada dasarnya setiap manusia yang dikaruniai akal dan fikiran oleh Allah, sudah pasti mempunyai rasa cinta kepada seorang perempuan untuk berumah tangga. Rumah tannga yang baik akan terwujud bila suami istri sudah mengetahui aturan-aturan yang telah diatur dalam agama. Untuk mendapatkan hakikat pernikahan yang sebenarnya dan mendapat keberkahan dari Allah maka kita terlebih dahulu harus memahami aturan-aturannya, terutama dalam masalah talak.
            Banyak sekarang kejadian yang kita lihat bahwa setelah suami mengucapkan kata-kata talak terutama talak tiga atau talak bain dan mereka terus bersatu dalam rumah tangga dan masih tetap berhubungan seperti sebelumnya suami mengucapkan kata-kata talak. Hal ini terjadi karena mereka tidak mengetahui apa itu talak, apa akibat hukumnya dan  bagaimana caranya agar mereka bisa bersatu kembali.
            Kejadian-kejadian yang seperti inilah yang mewajibkan kepada untuk mempelajari hukum keluarga islam agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam agama islam.
            Penulis menilai buku yang menjadi referensi penulis jauh lengkap dari pada buku-buku lain yang pernah penulis baca. Dalam buku ini selain membahas masalah perkawinan sejak dari akad sampai berakhirnya suatu pernikahan juga mmembahas masalah akibat yang di timbulkan dari putusnya perkawinan. Setelah perkawinan putus, tentu saja banyak hal yang ditimbulkan dan perlu diatur lebih lengkap. Seperti hadhanah, hadhanah ini merupakan suatu hal yang wajib dikerjakan oleh orang tua, meskipun perkawinan sudah putus.





Daftar pustaka
1.      abdul madjid Mahmud mathlub, panduan  hukum keluarga sakinah, era intermedia, cet. 1, solo, 2005.








[1] Abd.majid Mahmud mathlub, panduan hukum keluarga sakinah. Hal.1.
[2] b, ibid, hal 3-4.
[3] Abd. Majid Mahmud mathlub, panduan hukum keluarga sakinah, hal 9-11.
[4] Ibid, hal 15.
[5] ibid, hal 33.
[6] Abd. Majid Mahmud mathlub, panduan hukum keluarga sakinah, hal 210.
[7] Abd. Majid Mahmud mathlub, panduan hukum keluarga sakinah, hal 306.

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Display

Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Pages

Pages